KIM Cipedes, Bandung - Pemerintah Kota Bandung bakal melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK). Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk semakin memperbaiki program inovatif yang berprinsip desentralisasi ini.
“PIPPK tentu akan kita evaluasi. Ini sudah berjalan empat tahun, tetapi ternyata masih ada yang harus dibenahi. Salah satunya, kualitas pelaksanaannya,” ujar Wali Kota Bandung, Oded M. Danial di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Jalan Seram, Kota Bandung, Kamis (22/11/2018).
Menurutnya, pembenahan PIPPK memang wajib dilaksanakan. Hal itu agar tidak menyisakan persoalan saat PIPPK selesai dilaksanakan.
“Tahun ini kita laksanakan pembenahan. Agar tahun 2019 mendatang bisa lebih baik lagi,” kata wali kota.
Wali kota mengatakan, Pemkot Bandung memang tengah mengajukan kenaikan anggaran PIPPK. Kenaikan tersebut sekitar 25 persen dari nilai yang telah ada saat ini. Selain kenaikan anggaran, para calon penerima dana PIPPK juga harus disiapkan. karena jika ternyata anggarannya bertambah tetapi sumber daya manusianya belum siap maka akan menimbulkan masalah.
“Kalau pelaksananya tidak disiapkan, bisa berbahaya,” akunya.
Wali kota menjelaskan, Pemkot Bandung telah mengajukan kenaikan anggaran PIPPK ke DPRD Kota Bandung. Saat ini DPRD Kota Bandung masih membahasnya. Di luar itu, wali kota memastikan prinsip anggaran di Kota Bandung adalah proporsional. Semua program akan tergantung pada anggaran yang tersedia.
“Tentu urusan kesehatan, pendidikan tetap menjadi prioritas,” katanya.
Terpisah, Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna mengemukakan, dilihat dari sisi serapan anggaran PIPPK menunjukkan performa yang menggembirakan. Sejak tahun 2015 hingga 2017 serapannya menembus angka 93-96 persen. Tahun 2018 hingga bulan Oktober, serapannya sekitar 67,82 persen.
“Dari sisi kebermanfaatan, hasil evaluasi sampel di enam kelurahan yakni Cipadung, Cipamokolan, Panjunan, Cisaranten Kulon, Pamoyanan, dan Cigondewah Kidul masyarakat merasakan kebermanfaatan dan merasa terbantu dengan adanya PIPPK,” tuturnya di ruang media Balai Kota Bandung.
Namun Ema mengakui, ada juga hal yang harus diperbaiki misalkan tidak semua yang menjadi aspirasi masyarakat terakomodasi. Kalau melihat komposisi memang masih dominan pembanbunan infrastruktur, namun tetap memperhatikan juga pemberdayaan kelembagaan, lingkungan, sosial ekonomi dan lain-lain.
“Unsur kewilayahan seperti camat dan lurah merupakan ujung tombak kewilayahan. Untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat ada Musrenbang berjenjang dari kelurahan maupun kecamatan, ada juga reses dewan. Di situ bisa diformulasikan porsinya lebih besar mana apakah infrastruktur atau apa,” beber Ema.
Menyinggung masalah pengerjaan PIPPK dikerjasamakan dengan pihak penyedia barang dan jasa, Ema menilai, selama pengerjaannya sesuai dengan regulasi yang ada maka tidak jadi persoalan. Kalaupun diserahkan kepada masyarakat secara langsung, juga harus dipastikan memiliki kompetensi.
“Kalau berbicara pagu anggaran sama saja Rp100 juta. Akan tetapi ini dikembalikan kepada akselerasinya, ada yang sedang, lambat, dan cepat. Bukan berarti di RW ini sekian dan di RW yang lain sekian. Tingkat kesulitan pekerjaan pun mempengaruhi terhadap akselerasi ini serapan anggaran ini,” katanya. ***
Posting Komentar