BANDUNG, kimcipedes.com - Saat ini, di Kota Bandung tercatat ada 172 orang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang berada di jalanan. Mereka tergolong pengemis dan anak jalanan yang kerap meresahkan masyarakat. Para PMKS tersebut sebagian besar merupakan pendatang dari luar Kota Bandung.
Kepala Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan (Dinsosnangkis) Kota Bandung, Tono Rusdiantono mengakui, meskipun telah menertibkan, para PMKS seolah menjadi masalah yang tak kunjung usai. Hal itu karena mereka terus berdatangan dari luar daerah. Oleh karena itu, Dinsosnangkis mengimbau, kepada warga maupun wisatawan untuk tidak mendidik mereka terus menjadi pengemis.
“Saya memohon bantuan kepada masyarakat, khususnya wisatawan dan juga masyarakat Kota Bandung. Bantu Pemkot Bandung dengan tidak memberikan donasi kepada gelandangan pengemis yang ada di jalanan. Jangan memberikan sumbangan atau barang kepada mereka yang tidak mempunyai izin,” tegas Tono Rusdiantono dalam Bandung Menjawab di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Kamis (24/5/2018).
Kendati sempat ditentang karena dinilai kurang manusiawi, namun Tono yakin bahwa hal tersebut merupakan cara yang terbaik. Sebab jika para PMKS tersebut terus diberi sumbangan, mereka akan terus mengemis. “Itu justru tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Kepada para PMKS itu, Dinsosnangkis terus memberikan pembinaan agar tidak lagi melakukan aktivitas mengemis di jalanan Kota Bandung. Selain karena secara sosial merupakan perilaku kurang beradab, aktivitas itu juga dapat mengganggu ketertiban dan kondusivitas.
“Kita terus berupaya mereka tidak kembali ke jalan. Kita lakukan pembinaan edukasi terkait masalah kepribadian dan usaha. Sehingga mereka bisa memperbaiki diri dan penghasilan untuk keluarganya,” ungkap Tono.
Menurut Tono, Dinsosnangkis telah memiliki instrumen penanganan kemiskinan yang tersegmentasi. Dinsosnangkis Kota Bandung telah membagi kategori warga miskin ke dalam empat desil atau batas.
“Ada desil sangat miskin, miskin, rentan miskin, dan hampir miskin. Tiap-tiap itu penanganannya beda-beda, tidak bisa disamakan.
Tono megungkapkan, desil Sangat Miskin berarti warga tersebut tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk berdaya sendiri. Ia tidak memiliki kemampuan untuk berpenghasilan.
“Kategori ini solusinya adalah sumbangan. Karena dia sangat tidak mampu untuk berusaha,” imbuh Tono.
Sedangkan desil Miskin dinilai masih memiliki kemampuan untuk berusaha namun menghadapi berbagai keterbatasan.
“Kalau yang miskin, artinya masih punya kemampuan untuk berusaha. Kita berikan mereka kail. Jangan sampai pemerintah menjerumuskan warganya dengan membuat mereka menjadi malas. Itu yang bahaya,” tutur Tono.
Pada desil lainnya, ada beberapa program yang ditawarkan, mulai dari pelatihan kerja, penyaluran kerja, hingga bantuan modal usaha. Seluruh program tersebut diberikan dengan cuma-cuma dengan syarat yang relatif mudah.
“Kini fokus seluruh program Pemkot Bandung pada penanggulangan kemiskinan. Warga hanya tinggal punya kemauan, kita sediakan semua fasilitasnya,” jelas Tono.***
Kepala Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan (Dinsosnangkis) Kota Bandung, Tono Rusdiantono mengakui, meskipun telah menertibkan, para PMKS seolah menjadi masalah yang tak kunjung usai. Hal itu karena mereka terus berdatangan dari luar daerah. Oleh karena itu, Dinsosnangkis mengimbau, kepada warga maupun wisatawan untuk tidak mendidik mereka terus menjadi pengemis.
“Saya memohon bantuan kepada masyarakat, khususnya wisatawan dan juga masyarakat Kota Bandung. Bantu Pemkot Bandung dengan tidak memberikan donasi kepada gelandangan pengemis yang ada di jalanan. Jangan memberikan sumbangan atau barang kepada mereka yang tidak mempunyai izin,” tegas Tono Rusdiantono dalam Bandung Menjawab di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Kamis (24/5/2018).
Kendati sempat ditentang karena dinilai kurang manusiawi, namun Tono yakin bahwa hal tersebut merupakan cara yang terbaik. Sebab jika para PMKS tersebut terus diberi sumbangan, mereka akan terus mengemis. “Itu justru tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Kepada para PMKS itu, Dinsosnangkis terus memberikan pembinaan agar tidak lagi melakukan aktivitas mengemis di jalanan Kota Bandung. Selain karena secara sosial merupakan perilaku kurang beradab, aktivitas itu juga dapat mengganggu ketertiban dan kondusivitas.
“Kita terus berupaya mereka tidak kembali ke jalan. Kita lakukan pembinaan edukasi terkait masalah kepribadian dan usaha. Sehingga mereka bisa memperbaiki diri dan penghasilan untuk keluarganya,” ungkap Tono.
Menurut Tono, Dinsosnangkis telah memiliki instrumen penanganan kemiskinan yang tersegmentasi. Dinsosnangkis Kota Bandung telah membagi kategori warga miskin ke dalam empat desil atau batas.
“Ada desil sangat miskin, miskin, rentan miskin, dan hampir miskin. Tiap-tiap itu penanganannya beda-beda, tidak bisa disamakan.
Tono megungkapkan, desil Sangat Miskin berarti warga tersebut tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk berdaya sendiri. Ia tidak memiliki kemampuan untuk berpenghasilan.
“Kategori ini solusinya adalah sumbangan. Karena dia sangat tidak mampu untuk berusaha,” imbuh Tono.
Sedangkan desil Miskin dinilai masih memiliki kemampuan untuk berusaha namun menghadapi berbagai keterbatasan.
“Kalau yang miskin, artinya masih punya kemampuan untuk berusaha. Kita berikan mereka kail. Jangan sampai pemerintah menjerumuskan warganya dengan membuat mereka menjadi malas. Itu yang bahaya,” tutur Tono.
Pada desil lainnya, ada beberapa program yang ditawarkan, mulai dari pelatihan kerja, penyaluran kerja, hingga bantuan modal usaha. Seluruh program tersebut diberikan dengan cuma-cuma dengan syarat yang relatif mudah.
“Kini fokus seluruh program Pemkot Bandung pada penanggulangan kemiskinan. Warga hanya tinggal punya kemauan, kita sediakan semua fasilitasnya,” jelas Tono.***
Posting Komentar